Sabtu, 24 Agustus 2013

Landasan Sosiologis dalam Pendidikan


            Manusia selalu hidup bersama dengan manusia lain. Masyarakat dengan berbagai karakteristik sosiokultural inilah yang juga dijadikan landasan bagi kegiatan pendidikan pada suatu masyarakat tertentu. Bagi bangsa Indonesia, kondisi sosiokultural bercirikan dua, yaitu secara horisontal ditandai oleh kesatuan-kesatuan sosial sesuai dengan suku, agama adat istiadat dan kedaerahan. Secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah dan bawah. Fenomena-fenomena sosial dan struktur sosial yang ada pada masyarakat Indonesia sangat berkaitan dengan pendidikan.
            Kehidupan sosial manusia dipelajari oleh filsafat, yang berusaha mencari hakikat masyarakat yang sebenarnya. Filsafat social sering membedakan manusia sebagai makhluk individu dan manusia sebagai anggota masyarakat ( social ).
            Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh. Sosiologi sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh Auguste Comte ( 1798-1857 ) pada tahun 1839, sosiologi adalah ilmu positif yang mempelajari masyarakat.
            Mengingat banyaknya realitas social maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti : sosiologi kebudayaan, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi pendidikan, dan lain-lain.
            Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses social didasari oleh faktor-faktor berikut :

1.      Imitasi

2.      Sugesti

3.      Identifikasi

4.      Simpati 





A.    Pengertian tentang Landasan Sosiologis

            Sosiologi pendidian merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi 4 bidang, yaitu:
1) Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
·         Fungsi pendidikan dalam kebudayaan.
·         Hubungan system pendidikan dan proses control sosialdan system kekuasaan.
·         Fungsi system pendidikan dalam memeliharadan mendorong proses social dan perubahan kebudayaan.
·         Hubungan pendidikan dengan kelas social atau system status.
·         Fungsionalisasi system pendidikan formal dalam hubungannya dengan ras,kebudayaan, atau kelompok-kelompok dalam masyarakat
2) Hubungan kemanusiaan di sekolah.
·         Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebidayaan di luar sekolah.
·         Pola interaksi social atau struktur masyarakat sekolah.

3) Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
·         Peranan social guru.
·         Sifat kepribadian guru.
·         Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa.
·         Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak.

4) Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok social lain di dalam komunitasnya, yang meliputi :
·         Pelukisan tentang komunitas.
·         Analisis tentang proses pendidikan.
·         Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikannya.
·         Factor-faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi sekolah.



            Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan diluar sekolah. Pendidikan di luar sekolah ini peran keluarga sangatlah penting karena proses sosialisasi yang pertama kali dilakukan dimulai keluarga seperti dalam UU RI No.2 Tahun 1989 Pasal 10 ayat 4 yang berbunyi : “ pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampinan “.
            Selanjutnya, proses pendidikan juga dipengaruhi oleh berbagai kelompok social. Terdapat satu kelompok yang terdiri atas individu yang hampir sama usianya yang disebut kelompok sebaya. Kelompok sebaya ini tidak mempunyai struktur dan tujuan yang jelas, bahkan bersifat sementara. Namun, kemompok sebaya ini dapat menciptakan solidaritas yang sangat kuat diantara anggota kelompoknya.

B.     Masyarakat Indonesia Sebagai Landasan Sosiologis System Pendidikan Nasional
( Sisdiknas )

            Masyarakat mencangkup sekelompok orang yang berinteraksi antarsesamanya, saling tergantungdan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, serta pada umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu, adakalanya mereka mempunyai hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama. Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama, antara lain :
·         Ada interaksi antara warga-warganya.
·         Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma hokum, dan aturan-aturan yang khas.
·         Ada rasa identitas yang kuat yang mengikat pada warganya.
            Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan Orde Baru, telah mengalami banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun vertikal masih dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya.

Pada zaman penjajahan, sifat dasar masyarakat Indonesia yang menonjol adalah :
·         Terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok social atau golongan social jajahan yang seringkali membentuk sub-kebudayaan sendiri.
·         Memiliki struktur social yang terbagi-bagi.
·         Seringkali anggota masyarakat atau kelompok tidak mengembangkan consensus diantara mereka terhadap nilai-nilai yang bersifat mendasar.
·         Diantara kelompok, relative seringkali mengalami konflik-konflik.
·         Terdapat saling ketergantungan di bidang ekonomi.
·         Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok social yang lain.
·         Secara relative integrasi social sukar dapat tumbuh ( Wayan Arhdana, 1986 : Modul 1/70 ).

            Namun dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat Indonesia serta dengan kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan, utamanya dalam bidang pendidikan politik, maka sisi ketunggalan dari “Bhineka Tunggal Ika” makin mencuat. Berbagai upaya yang dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah ( misalnya dengan mata pelajaran pendidikan moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa, dan lain-lain ) maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 non penataran, dan lain – lain ) telah mulai menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh. Berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia.
            Seperti halnya dimasukkannya mata pelajaran “ muatan local “ yang bertujuan dapat membentuk manusia-manusia local, bahkan untuk memperkuat itu, dikukuhkan kedalam UU RI No.2 tahun 1989 Pasal 37 dan Pasal 38, PP RI No. 28 Tahun 1990 Pasal 14 ayat 3 dan 4.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar