Manusia
selalu hidup bersama dengan manusia lain. Masyarakat dengan berbagai
karakteristik sosiokultural inilah yang juga dijadikan landasan bagi kegiatan
pendidikan pada suatu masyarakat tertentu. Bagi bangsa Indonesia, kondisi sosiokultural
bercirikan dua, yaitu secara horisontal ditandai oleh kesatuan-kesatuan sosial
sesuai dengan suku, agama adat istiadat dan kedaerahan. Secara vertikal
ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas,
menengah dan bawah. Fenomena-fenomena sosial dan struktur sosial yang ada pada
masyarakat Indonesia sangat berkaitan dengan pendidikan.
Kehidupan sosial manusia dipelajari
oleh filsafat, yang berusaha mencari hakikat masyarakat yang sebenarnya. Filsafat
social sering membedakan manusia sebagai makhluk individu dan manusia sebagai
anggota masyarakat ( social ).
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di
Eropa, karena pergeseran pandangan tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris
yang memperoleh pijakan yang kokoh. Sosiologi sebagai ilmu yang otonom dapat
lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali
digunakan oleh Auguste Comte ( 1798-1857 ) pada tahun 1839, sosiologi adalah
ilmu positif yang mempelajari masyarakat.
Mengingat banyaknya realitas social
maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti : sosiologi kebudayaan,
sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi
pendidikan, dan lain-lain.
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok
dan struktur sosialnya. Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam
proses sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses social
didasari oleh faktor-faktor berikut :
1.
Imitasi
2.
Sugesti
3.
Identifikasi
4.
Simpati
A.
Pengertian
tentang Landasan Sosiologis
Sosiologi pendidian merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi 4 bidang, yaitu:
1) Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
·
Fungsi pendidikan dalam kebudayaan.
·
Hubungan system pendidikan dan proses control
sosialdan system kekuasaan.
·
Fungsi system pendidikan dalam memeliharadan
mendorong proses social dan perubahan kebudayaan.
·
Hubungan pendidikan dengan kelas social atau
system status.
·
Fungsionalisasi system pendidikan formal dalam
hubungannya dengan ras,kebudayaan, atau kelompok-kelompok dalam masyarakat
2) Hubungan kemanusiaan di
sekolah.
·
Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda
dengan kebidayaan di luar sekolah.
·
Pola interaksi social atau struktur masyarakat
sekolah.
3) Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
·
Peranan social guru.
·
Sifat kepribadian guru.
·
Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku
siswa.
·
Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak.
4) Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok social lain di dalam komunitasnya, yang meliputi :
·
Pelukisan tentang komunitas.
·
Analisis tentang proses pendidikan.
·
Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam
fungsi kependidikannya.
·
Factor-faktor demografi dan ekologi dalam
hubungannya dengan organisasi sekolah.
Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan diluar sekolah. Pendidikan di luar sekolah ini peran keluarga sangatlah penting karena proses sosialisasi yang pertama kali dilakukan dimulai keluarga seperti dalam UU RI No.2 Tahun 1989 Pasal 10 ayat 4 yang berbunyi : “ pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampinan “.
Selanjutnya,
proses pendidikan juga dipengaruhi oleh berbagai kelompok social. Terdapat satu
kelompok yang terdiri atas individu yang hampir sama usianya yang disebut
kelompok sebaya. Kelompok sebaya ini tidak mempunyai struktur dan tujuan yang
jelas, bahkan bersifat sementara. Namun, kemompok sebaya ini dapat menciptakan
solidaritas yang sangat kuat diantara anggota kelompoknya.
B.
Masyarakat
Indonesia Sebagai Landasan Sosiologis System Pendidikan Nasional
( Sisdiknas )
Masyarakat
mencangkup sekelompok orang yang berinteraksi antarsesamanya, saling tergantungdan
terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, serta pada umumnya
bertempat tinggal di wilayah tertentu, adakalanya mereka mempunyai hubungan
darah atau memiliki kepentingan bersama. Masyarakat sebagai kesatuan hidup
memiliki ciri utama, antara lain :
·
Ada interaksi antara warga-warganya.
·
Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat
istiadat, norma-norma hokum, dan aturan-aturan yang khas.
·
Ada rasa identitas yang kuat yang mengikat pada
warganya.
Masyarakat
Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan Orde Baru,
telah mengalami banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas
dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun vertikal masih dapat
ditemukan, demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan
belum terhapus seluruhnya.
Pada zaman
penjajahan, sifat dasar masyarakat Indonesia yang menonjol adalah :
·
Terjadi segmentasi
ke dalam bentuk kelompok social atau golongan social jajahan yang seringkali
membentuk sub-kebudayaan sendiri.
·
Memiliki struktur
social yang terbagi-bagi.
·
Seringkali anggota
masyarakat atau kelompok tidak mengembangkan consensus diantara mereka terhadap
nilai-nilai yang bersifat mendasar.
·
Diantara kelompok,
relative seringkali mengalami konflik-konflik.
·
Terdapat saling
ketergantungan di bidang ekonomi.
·
Adanya dominasi
politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok social yang lain.
·
Secara relative
integrasi social sukar dapat tumbuh ( Wayan Arhdana, 1986 : Modul 1/70 ).
Namun dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat Indonesia serta dengan kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan, utamanya dalam bidang pendidikan politik, maka sisi ketunggalan dari “Bhineka Tunggal Ika” makin mencuat. Berbagai upaya yang dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah ( misalnya dengan mata pelajaran pendidikan moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa, dan lain-lain ) maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 non penataran, dan lain – lain ) telah mulai menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh. Berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia.
Seperti
halnya dimasukkannya mata pelajaran “ muatan local “ yang bertujuan dapat
membentuk manusia-manusia local, bahkan untuk memperkuat itu, dikukuhkan
kedalam UU RI No.2 tahun 1989 Pasal 37 dan Pasal 38, PP RI No. 28 Tahun 1990
Pasal 14 ayat 3 dan 4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar